Evaluasi Belajar

Posted by Unknown Friday, July 26, 2013 0 komentar
Evaluasi Belajar 
A.   Pengertian Evaluasi Belajar
Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya.
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut Arifin (2012:8) evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) daripada sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan.
Sedangkan Uzer (2003:120), mengatakan bahwa “Evaluasi adalah suatu proses yang ditempuh seseorang untuk memperoleh informasi yang berguna untuk menentukan mana dari dua hal atau lebih yang merupakan alternatif yang diinginkan, karena penentuan atau keputusan semacam ini tidak diambil secara acak, maka alternatif-alternatif itu harus diberi nilai relatif, karenanya pemberian nilai itu harus memerlukan pertimbangan yang rasional berdasarkan informasi untuk proses pengambilan keputusan”.
Sedangkan belajar adalah kegiatan transfer pengetahuan antara guru dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran mengenai suatu pemahaman konsep ataupun informasi.
Jadi evaluasi belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang guru untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam setiap proses pembelajaran dengan pertimbangan yang rasional berdasarkan informasi untuk proses pengambilan keputusan.

B.   Tujuan Evaluasi Belajar
Evaluasi atau penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Adapun tujuan evaluasi dapat diuraikan sebagai berikut:
a.    Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang teah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu.
b.    Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya.
c.    Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar.
d.    Untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar.
e.    Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang digunakan guru dalam proses mengajar-belajar (PMB). (Syah, 2003:197-198).

C.   Fungsi Evaluasi Belajar
Di samping memiliki tujuan, evaluasi belajar juga memiliki fungsi-fungsi sebagaimana di sebutkan oleh Nurkancana et al (1983:3) sebagai berikut:
a.    Untuk mengetahui taraf kesiapan daripada anak-anak untuk menempuh suatu pendidikan tertentu.
b.    Untuk mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam proses pendidikan yang telah dilaksanakan.
c.    Untuk mengetahui apakah suatu mata pelajaran yang kita ajarkan data kita lanjutkan dengan bahan yang baru ataukah kita harus mengulangi kembali bahan-bahan pelajaran yang telah lampau.
d.    Untuk mendapatkan bahan-bahan informasi dalam memberikan bimbingan tentang jenis pendidikan atau jenis jabatan yang cocok untuk anak tersebut.
e.    Untuk mendapatkan bahan-bahan informasi untuk menentukan apakah seorang anak dapat dinaikkan ke dalam kelas yang lbih tinggi ataukah harus mengulang di kelas semula.
f.     Untuk membandingkan apakah prestasi yang dicapai oleh anak-anak sudah sesuai dengan kapasitasnya atau belum.
g.    Untuk menafsirkan apakah seorang anak telah cukup matang untuk kita lepaskan ke dalam masyarakat atau untuk melanjutkan ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
h.    Untuk mengadakan seleksi.
i.      Untuk mengetahui taraf efisiensi metode yang dipergunakan dalam lapangan pendidikan.
Selain fungsi di atas, evaluasi juga mengandung fungsi psikologis yang cukup signifikan bagi siswa maupun bagi guru dan orang tuanya. Bagi siswa, penilaian guru merupakan alat bantu untuk mengatasi kekurangmampuan atau ketidakmampuannya dalam menilai kemampuan dan kemampuan dirinya sendiri. Bagi orang tua atau wali siswa, dengan evaluasi itu kebutuhan akan pengetahuan menganai hasil usaha dan tanggung jawabnya mengembangkan potensi anak akan terpenuhi. Pengetahuan seperti ini dapat mendatangkan rasa pasti kepada orang tua. (Syah, 2003:198)

D.   Jenis-Jenis Evaluasi Belajar
Pada prinsipnya, evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu, jenis-jenisnya pun banyak, mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Seperti yang disebutkan oleh Syah, (2003:199-201) jenis-jenis evaluasi adalah sebagai berikut:
a.    Pre-test dan Post-test
Pre-test adalah kegiatan evaluasi yang dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi batu. Tujuannya, ialah untuk mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Evaluasi seperti ini berlangsung singkat dan sering tidak memerlukan instrument tertulis.
Post-test adalah kebalikan dari pre-test, yaitu kegiatan evaluasi yang dilakukan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya, ialah untuk mengetahui taraf pengasaan siswa atas materi yang telah diajarkan. Evaluasi ini juga berlangsung singkat dan cukup menggunakan instrument sederhana yang berisi item-item yang jumlahnya sangat terbatas.
b.    Evaluasi Prasyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pre-test. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa ataas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh: evaluasi penguasaan penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan, karena penjumlahan merupakan prasyarat atau dasar perkalian.
c.    Evaluasi Diagnostik
Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Instrumen evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan yang dipandang telah membuat siswa mendapatkan kesulitan.
d.    Evaluasi Formatif
Evaluasi jenis ini dapat dipandang sebagai “ulangan” yang dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau modul. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis (mengetahui penyakit/kesulitan) kesulitan belajar siswa. Hasil diagnosis kesulitan belajar tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).
e.    Evaluasi Sumatif
Jenis evaluasi sumatif dapat dianggap sebagai “ulangan umum” yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa paha akhir periode pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja akademik siswa dan bahan penetu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lenih tinggi.
f.     Ujian Akhir Nasional (UAN)
Ujian Akhir Nasional yang dulu disebut EBTANAS (Evaluasi Tahap Akhir Nasional) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebgai alat penentu kenaikan status siswa. Namun, UAN yang diberlakukan mulai tahun 2002 dirancang untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang pendidikan tertentu seperti jenjang SD/MI, SLTP/MTs, dan sekolah-sekolah menengah yakni SMU dan sebagainya.

E.   Kriteria Tes yang Baik
Tes atau soal evaluasi merupakan alat ukur yang memiliki fungsi ganda yaitu untuk mengukur efektivitas belajar dan mengukur efektivitas guru dalam mengajar. Untuk dapat menjadi alat ukur yang baik dan dapat memberikan informasi yang akurat maka setiap soal sebagai bagian dari konstruksi tes harus dijaga kualitasnya.
Arikunto dalam buku Suwarno (2006) menyebutkan bahwa suatu tes dikatakan sebagai alat pengukur yang baik harus memiliki validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas, dan ekonomis.
Sedangkan menurut Indrakusuma (1993:27) ada berbagai macam ciri yang harus dipenuhi oleh suatu test yang baik. Dari ciri ini yang dianggap ciri-ciri pokok atau ciri-ciri utama ialah reliabilitas, validitas, dan objektivitas.
Berbeda pula pendapat yang dikemukakan oleh Slameto (1988:19). Dia menyatakan bahwa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu tes atau evaluasi ada delapan, yakni: sahih (valid), terandalkan (reliable), obyektif, seimbang, membedakan, norma, fair (tidak menjebak), dan praktis.
1. Reliabilitas
Menurut Suwarno (2006:119) reliabilitas berasal dari kata reliability, reliable yang artinya dapat dipercaya, berketetapan. Sebuah tes dikatakan memiliki reliabilitas apabila hasil- hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Artinya jika peserta didik diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada pada urutan yang sama dalam setiap kelompoknya. Indrakusuma (1993:28) menyatakan bahwa suatu tes dapat pula memberikan hasil yang tidak dapat dipercaya (unreliable). Hal ini disebabkan oleh dua macam faktor, yaitu:
1)    Situasi pada waktu tes berlangsung. Hal ini mencakup keadaan jasmaniah dan rohaniah dari anak.
2)    Keadaan tes itu sendiri. Hal ini berhubungan dengan kualitas dari soal-soalnya atau panjang tes tersebut. Mengenai kualitas dari soal tes.
Conny Semiawan Stamboel (1979:65) mengungkapkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi reliabilitas suatu tes, antara lain:
1)    Hubungan panjang tes dengan reliabilitas. Makin pendek sebuah tes, makin rendah reliabilitasnya. Namun terkadang tes yang pendek dan kurang reliabel berharga juga untuk tujuan lain tes tertentu, misalnya dalam mengambil keputusan yang cepat. Tingkat reliabilitas yang dikehendaki berbeda, sesuai dengan tujuan tes.
2)    Keobyektifan. Keobyektifan tes merupakan faktor yang penting di dalam menjaga reliabilitas tes.
3)    Manfaat tes. Tes harus memenuhi syarat kegunaan. Misalnya soal-soal tes yang mempersoalkan masalah-masalah khusus di Jawa Barat, tidak dapat digunakan di Irian Jaya karena tes tersebut tidak memenuhi syarat kegunaan.
Dalam hal ini Dr. Oemar Hamalik (1989: 143) menjelaskan tentang kemungkinan cara untuk menguji reliabilitas pengukuran (tes), antara lain:
1)     Pengukuran dengan Tes yang Sama (Tes-Retes). Apabila kita ingin mengetahui ketetapan yang diberikan suatu pengukuran tentang karakteristik individu dari hari ke hari – bagaimana kita dapat meramalkan skor / nilai individu untuk minggu yang akan datang berdasarkan apa yang diperbuatnya hari ini – hal ini berarti pengukuran harus dilakukan dalam dua waktu. Dengan demikian kita akan melihat variasi individu dari waktu ke waktu maupun variasi dalam mengerjakan kedua pengukuran tersebut.
2)     Parallel Test Form. Parallel form ini terdiri atas dua tes yang disusun dalam bentuk yang berbeda tetapi berdasarkan spesifikasi derajat kesukaran yang seimbang. Dengan demikian murid akan dihadapkan kepada dua jenis (yang paralel) pada saat yang sama. Reliabilitas pengukuran kedua bentuk ini diperoleh dengan jalan mengkorelasikan skor-skor hasil kedua pengukuran tersebut.
3)     Subdivided Test. Prosedur ini ditempuh dengan jalan membagi tes ke dalam dua bagian (split half test). Pembagian ini biasanya didasarkan atas item-item bernomor ganjil dan genap. Korelasi antara dua perangkat skor ini akan menghasilkan derajat ketetapan pengukuran.

2. Praktibilitas
Menurut Suwarno (2006:120), sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis. Artinya tes itu mudah dilaksanakan, mudah pemeriksaannya, dan dilengkapi dengan petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan atau diawali oleh orang lain dan juga mudah dalam membuat administrasinya.
Sedangkan menurut Indrakusuma (1993:47) di dalam bukunya dia mengistilahkan praktikabilitas dengan Ease of administration (mudah dalam pelaksanaan). Dalam menyusun sebuah tes, kita harus memikirkan pula bagaimana pelaksanaannya. Sebagai contoh di bawah ini dilukiskan dua macam cara pelaksanaan tes sebagai berikut:
1)    Tes A terdiri atas 5 bagian. Untuk tiap bagian disediakan waktu untuk mengerjakan selama 10 menit. Bagian pertama harus dikerjakan lebih dahulu. Setelah 10 menit, dibunyikan tanda, dan semua peserta tes harus pindah mengerjakan bagian kedua, biarpun bagian pertama belum selesai. Setelah 10 menit lagi, dibunyikan tanda, dan semua peserta tes harus mengerjakan bagian ketiga, biarpun bagian kedua belum selesai. Demikian seterusnya, hingga tes selesai.

2)    Tes B terdiri atas 5 bagian. Untuk mengerjakan disediakan waktu 50 menit. Cara mengerjakan tidak dibagi-bagi; bagian pertama, kedua dan seterusnya. Juga tidak ditentukan bagian-bagian mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu. Peserta tes bebas memilih mana yang akan didahulukan dan yang dikerjakan kemudian. Dari kedua contoh di atas, maka tes B lebih mudah pelaksanaannya daripada tes A



DAFTAR PUSTAKA


Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI
Hamalik, Oemar. 1989. Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan. Bandung: Penerbit Mandar Maju
Indrakusuma, Amir Daien. 1993. Evaluasi Pendidikan. Malang: IKIP Malang.
Nurkancana, Wayan et al. 1983. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Slameto. 1988. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bina Aksara.
Stamboel, Conny Semiawan. 1979. Prinsip Dan Teknik Pengukuran Penelitian Di Dalam Dunia Pendidikan. Jakarta: Mutiara.
Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta :PT RajaGrafindo Perkasa
Uzer, Usman. 2003. Menjadi guru professional. Bandung : Remaja Rosdakarya.

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Evaluasi Belajar
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://fajar74.blogspot.com/2013/07/evaluasi-belajar.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Post a Comment

SMS Gratis

Created By Fajar Iswanto.

Buku Tamu

My Shoutbox

Pengikut

Kalender Hari Ini